Showing posts with label Saraf. Show all posts
Showing posts with label Saraf. Show all posts

12 August 2018

Hati-hati Sering Kesemutan, Gangguan Saraf?

Ilustrasi wanita bekerja. shutterstock.com
TEMPO.COJakarta - Nita Sellya seperti tidak bisa lepas dari kesemutan pada kaki saban duduk di kursi. Padahal posisi tubuh Nita sudah benar, kakinya tidak ditekuk atau disilangkan. “Tapi, baru duduk sepuluh menit saja, kaki saya sudah kesemutan,” katanya dalam diskusi tentang neuropati di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, pekan lalu. Gejala ini muncul sejak lima tahun lalu.
Jika dibiarkan, lama-lama kaki Nita jadi baal. Namun dia tidak ambil pusing. Sebab, “Biasanya setelah dipijat atau digerakkan, kesemutannya menghilang,” ujarnya, seperti ditulis di Koran Tempo, Rabu, 4 Mei 2016. Blogger asal Bogor ini pun kembali melanjutkan kesibukannya mengetik cerita di komputer.
Nita, 38 tahun, baru menyadari ada yang tak beres dengan sarafnya setelah melakukan pemeriksaan neuropati. Awalnya, dia hanya iseng-iseng. Ternyata kesemutan yang sering dialaminya terjadi karena masalah saraf tepi. Penyebabnya, Nita terlalu sering duduk di depan komputer dan jarang bergerak.
Dokter spesialis saraf, Manfaluthy Hakim, menuturkan masalah saraf tepi atau neuropati memang kerap menghampiri orang yang terlalu sering melakukan aktivitas berulang. Misalnya sering mengetik dengan ponsel, tablet, dan komputer; mengendarai kendaraan bermotor; duduk dalam waktu lama; memakai sepatu berhak tinggi; atau beraktivitas dengan gerakan berulang seperti mencuci dan menyapu.
Neuropati, ucap dia, bisa terjadi di seluruh anggota badan. Gejala awalnya berupa gangguan sensorik seperti kesemutan. Lama-lama menjadi mati rasa, kram, dan kaku-kaku. Jika tidak diatasi, gangguan berlanjut ke saraf motorik, seperti kelemahan anggota gerak, juga kerontokan rambut. Pada tahap lanjut, neuropati menyebabkan terganggunya saraf otonom yang bisa berujung pada impotensi dan kelumpuhan. “Kalau sudah begini, tidak bisa diapa-apakan lagi,” tutur Manfaluthy.
Ada banyak jenis neuropati, yakni neuropati karena penuaan, diabetes, kekurangan vitamin B, dan sebab lain, seperti infeksi atau penjepitan saraf. Menurut dokter spesialis saraf dari Universitas Airlangga, Surabaya, Profesor Mohammad Hasan Machfoed, hampir separuh masyarakat Indonesia menderita neuropati. Hasil riset yang dilakukan perusahaan farmasi, Merck Indonesia, pada 2015 juga menyebutkan 43 persen dari 16.800 responden yang tersebar di kota-kota besar berisiko terkena neuropati.
Sayangnya, kata dia, tak banyak orang paham akan neuropati. Padahal, kalau penderitanya sendiri tidak tahu, dia tidak berusaha mengatasi masalah ini. “Jangan sampai terlambat ditangani, karena akibatnya tidak akan bagus.”
Karena pengetahuan yang kurang, menurut Manfaluthy, kecenderungannya penderita menjadi salah menangani. Misalnya dengan menghentikan aktivitas, membengkokkan atau meluruskan anggota badan yang sakit, dan memberi pijatan atau balsem. Untuk sementara, gejalanya memang bisa hilang, tapi tetap akan kembali lagi jika tidak diatasi dengan benar.
Padahal neuropati sebenarnya bisa dicegah. Gangguan saraf ini bisa dihindari dengan istirahat yang cukup, mengkonsumsi gizi yang seimbang dan vitamin neurotropik, serta berolahraga secara teratur, sehingga suplai darah di saraf tepi terjaga.
Sumber: Tempo.co

Hati-hati, Sering Bermain Gawai Menyebabkan Kerusakan Saraf

Ilustrasi wanita memainkan atau memegang handphone atau ponsel. shutterstock.com
TEMPO.COJakarta - Jika sering mengalami kebas  atau kesemutan yang tiba-tiba datang ketika beraktivitas, ada baiknya Anda mulai waspada. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa membuat saraf mati rasa sehingga anggota tubuh bisa tidak lagi merasakan apapun.
Kesemutan dan kebas yang sering muncul bisa jadi pertanda Anda mengalami neuropati atau gangguan saraf. Mengerikannya lagi, masalah tersebut saat ini bukan hanya dialami usia tua saja namun juga sudah merambah ke generasi aktif yang berusia 26-30 tahun.
Awalnya, mungkin Anda hanya merasakan kesemutan atau kebas sewaktu-waktu saja. Namun kemudian, jika memburuk dan tidak dicegah serta ditangani dengan tepat bisa merusak seluruh sel saraf dan bisa berakibat kelumpuhan.
Gaya hidup sehari-hari menjadi penyebab. Menariknya, ternyata pemakaian gawai berlebihan menjadi pemicu terbesar saat ini.
Berdasarkan penelitian Nenoin yang dilakukan MERCK merupakan Studi Klinis mengenai kesehatan saraf tepi yang pertama kali diadakan di Indonesia menunjukkan bahwa gawai menyumbang 61,5 persen penyebab orang mengalami neuropati.
Kemudian, neuropati juga disebabkan oleh mengendarai motor atau mobil (58,5 persen), duduk dengan posisi sama dalam waktu yang lama (53,7 persen), dan mengetik dengan komputer (52,8 persen).
Selain gaya hidup, kekurangan vitamin B juga menjadi penyebab utama terjadinya neuropati. Berdasarkan riset tersebut, tercatat hanya 30,2 persen orang yang mengonsumsi vitamin B.
Ilustrasi konsumsi vitamin. Shutterstock.com
Hasil penelitian itu juga menyebutkan neuropati dapat dicegah dan diobati sebelum menjadi fatal. Untuk upaya pencegahan, jalani gaya hidup sehat, olahraga teratur, istirahat yang cukup, pola makan dengan gizi seimbang, dan konsumsi vitamin neurotropik 1 kali sehari sejak dini secara teratur atau sesuai petunjuk dokter.
Penelitian tersebut  telah dipublikasikan di Asian Journal of Medical Sciences 2018. Nenoin dilakukan di delapan kota melibatkan 411 pasien yang mengalami gejala neuropati ringan sampai sedang dari etiologi yang berbeda. Jadi sangat dapat dipercaya dan representatif terhadap masyarakat Indonesia.
Manfaluthy Hakim, Sp.S(K), Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi PERDOSSI Pusat yang juga konsultan neurologis dari Departement Neurologi FKUI/RSCM, mengatakan neuropati memberikan beragam ketidaknyamanan dalam beraktivitas sehari-hari.
Jika dibiarkan, gejala neuropati seperti kram, kebas, dan kesemutan dapat menetap dan mengarah pada kelumpuhan. Saraf dengan kerusakan lebih dari 50 persen sudah tidak dapat diperbaiki.
Salah satu contoh kerusakan saraf adalah Carpal Tunnel Syndrome(CTS). CTS dengan kondisi parah dapat menyebabkan rasa nyeri dengan frekuensi serangan yang semakin sering bahkan menetap.
"Rasa nyeri tersebut dapat membuat fungsi tangan menjadi terbatas sehingga dapat menimbulkan kelumpuhan otot dan mengakibatkan kecacatan yang berpengaruh pada pekerjaan penderita . Dari fisik terlihat, tergantung dari jenis saraf yang terkena. Bila saraf tangan yang terkena dan tidak mendapatkan pengobatan yang baik maka telapak dan jari-jari tangan menjadi melengkung,” ujarnya.
Lebih lanjut Manfaluthy mengatakan, infeksi akibat neuropati banyak dialami oleh mereka yang mengalami kebas atau mati rasa atau baal sehingga tidak terasa ketika luka. Luka yang terjadi sangat mungkin terkena infeksi. Infeksi semakin parah ketika dialami oleh penderita diabetes.
"Pada penderita diabetes, angka prevalensi neuropati meningkat menjadi 50 persen atau satu dari dua penderita. Penurunan kualitas hidup terjadi ketika intensitas terjadinya gejala-gejala neuropati semakin sering," tambahnya.
Sumber: Tempo.co

Kian Banyak Anak Muda Terserang Gangguan Saraf, Cek Penyebabnya

Ilustrasi kesemutan. Shutterstock.com
TEMPO.COJakarta - Gangguan dan kerusakan saraf tak hanya berisiko menyerang orang usia lanjut atau yang memiliki penyakit kronis seperti diabetes. Anak muda usia produktif pun banyak yang mulai mengalami gejala gangguan dan kerusakan saraf tepi atau neuropati.
Gejala awal yang paling sering dirasakan ialah kesemutan, pegal, kram, dan kebas. Hal ini tentu saja tidak lepas dari kebiasaan dan gaya hidup anak-anak muda yang sering melakukan berbagai aktivitas yang berisiko merusak saraf-saraf tepi.
Berdasarkan hasil survei Consumer Behavior dari Merck yang mengikutsertakan 900 responden di enam kota besar, ditemukan bahwa orang dengan rentang usia 26 – 30 tahun merupakan yang paling tinggi mengalami gejala neuropati, diikuti dengan orang berusia di atas 30 tahun. Lebih dari 50 persen terjadi di kota besar.
Kebiasaan sederhana yang sering dilakukan seperti mengetik di gawai bisa menjadi penyebab utama munculnya gejala neuropati (61,5 persen). Selain itu, melakukan gerakan yang berulang, duduk dengan posisi yang sama dalam waktu lama, mengendarai motor dalam jarak jauh, dan mengetik di komputer dengan meletakan tangan di atas tetikus, bisa menyebabkan munculnya rasa kebas dan kesemutan.
Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) Pusat, Manfaluthy Hakim, mengatakan bahwa neuropati akan memberikan ketidaknyamanan dalam beraktivitas sehari-hari. Gejala awal tersebut harus diantisipasi, sebab, jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin gejala-gejala yang terlihat ringan tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan.
“Gejala kebas dan kesemutan ini sering kali diabaikan. Padahal jika dibiarkan terus dapat menurunkan fungsi saraf seperti hilangnya sensasi rasa dan gerak hingga kecacatan permanen. Apalagi jika kerusakan saraf sudah lebih dari 50 persen itu akan sulit untuk diperbaiki,” ujarnya.
Sumber: Tempo.co