TEMPO.CO, Jakarta - Gangguan dan kerusakan saraf tak hanya berisiko menyerang orang usia lanjut atau yang memiliki penyakit kronis seperti diabetes. Anak muda usia produktif pun banyak yang mulai mengalami gejala gangguan dan kerusakan saraf tepi atau neuropati.
Gejala awal yang paling sering dirasakan ialah kesemutan, pegal, kram, dan kebas. Hal ini tentu saja tidak lepas dari kebiasaan dan gaya hidup anak-anak muda yang sering melakukan berbagai aktivitas yang berisiko merusak saraf-saraf tepi.
Berdasarkan hasil survei Consumer Behavior dari Merck yang mengikutsertakan 900 responden di enam kota besar, ditemukan bahwa orang dengan rentang usia 26 – 30 tahun merupakan yang paling tinggi mengalami gejala neuropati, diikuti dengan orang berusia di atas 30 tahun. Lebih dari 50 persen terjadi di kota besar.
Kebiasaan sederhana yang sering dilakukan seperti mengetik di gawai bisa menjadi penyebab utama munculnya gejala neuropati (61,5 persen). Selain itu, melakukan gerakan yang berulang, duduk dengan posisi yang sama dalam waktu lama, mengendarai motor dalam jarak jauh, dan mengetik di komputer dengan meletakan tangan di atas tetikus, bisa menyebabkan munculnya rasa kebas dan kesemutan.
Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) Pusat, Manfaluthy Hakim, mengatakan bahwa neuropati akan memberikan ketidaknyamanan dalam beraktivitas sehari-hari. Gejala awal tersebut harus diantisipasi, sebab, jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin gejala-gejala yang terlihat ringan tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan.
“Gejala kebas dan kesemutan ini sering kali diabaikan. Padahal jika dibiarkan terus dapat menurunkan fungsi saraf seperti hilangnya sensasi rasa dan gerak hingga kecacatan permanen. Apalagi jika kerusakan saraf sudah lebih dari 50 persen itu akan sulit untuk diperbaiki,” ujarnya.
EmoticonEmoticon