Apa Saja Gejala Umum Penyakit COVID-19 ?
Sumber: Freepik |
- Demam: 99 persen
- Kelelahan: 70 persen
- Batuk kering: 59 persen
- Kehilangan nafsu makan: 40 persen
- Nyeri tubuh: 35 persen
- Sesak napas: 31 persen
- Batuk berdahak atau berlendir: 27 persen
sebuah blog yang menyajikan artikel inspiratif tentang informasi, opini, tutorial bermanfaat, tips berguna, motivasi, info kesehatan, dan banyak lainnya.
Apa Saja Gejala Umum Penyakit COVID-19 ?
Sumber: Freepik |
Sumber : Freepik |
COVID-19 (Coronavirus Disease 2019) Adalah penyakit yg disebabkan oleh jenis coronavirus baru yaitu Sars-CoV-2, yang dilaporkan pertama kali di Wuhan Tiongkok pda tanggal 31 Desember 2019. COVID-19 ini dpt menimbulkan gejala gangguan pernafasan akut seperti demam diatas 38°C, batuk & sesak nafas bagi manusia. Selain itu dpt disertai dengan lemas, nyeri otot, & diare. Pada penderita COVID-19 yg berat, dpat menimbulkan pneumonia, sindroma pernafasan akut, gagal ginjal bahkan sampai kematian.
COVID-19 dpt menular dari manusia ke manusia melalui kontak erat & droplet (percikan cairan pada saat bersin & batuk), tidak melalui udara. Bentuk COVID-19 jika dilihat melalui mikroskop elektron (cairan saluran nafas/ swab tenggorokan) & digambarkan kembali bentuk COVID-19 seperti virus yg memiliki mahkota.
Hindari Lansia dari Covid-19
Jumlah penderita & kasus kematian yg diakibat infeksi virus Corona setiap harinya terus meningkat. Sejauh ini, virus Corona terlihat lbih sering menyebabkan infeksi berat & kematian pada orang lanjut usia (lansia) dibandingkan orang dewasa atau anak-anak. Mengapa demikian? Seperti yg telah dibahas sebelumnya, kelompok lanjut usia sering dikaitkan dgan kelompok yg rentan terhadap berbagai penyakit oleh karna fungsi fisiologisnya berangsur-angsur akan berkurang termasuk sistem imum tubuh. Hingga saat ini, virus Corona telah menginfeksi lebih dari 100.000 penduduk dunia & sekitar 4.000 orang di antaranya dinyatakan meninggal dunia. Kematian paling banyak terjadi pda penderita COVID-19 yg berusia 80 tahun. WHO dan CDC melaporkan bahwa pada usia pra-lansia (50-59 tahun) angka kematian hampir 2 %, usia 60-69 tahun 4% terus naik menjadi 8 sampai 15 % pada usia diatas 70 tahun. Kematian paling banyak terjadi pda penderita COVID-19 yang berusia 80 tahun ke atas, dengn persentase mencapai 21,9%.
Saat ini COVID-19 sdah menjadi pandemi, artinya terjadi penambahan kasus penyakit yg cukup cepat & sudah terjadi penyebaran antar negara. Berdasarkan informasi dari Kementerian Kesehatan RI, kasus COVID-19 di Indonesia per 31 Maret 2020 yg positif sebanyak 1528 orang, yg meninggal dunia sebanyak 136 orang & sembuh sebanyak 81 orang. Risiko kematian yg tinggi secara global terjadi diatas 50 tahun, di Indonesia diatas 40 tahun. Karenanya, dlam pertarungan yg diperkirakan akan berlangsung hingga Juli 2020, dngan jumlah terpapar sangat amat banyak & kematian yang sangat banyak, diperhitungkan kematian berada pda kelompok usia pra-lansia dan lansia. Hal ini terbuktii dari Konperensi Pers di BNPB 19 Maret 2020, dimana juru bicara Tim Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Virus Covid-19 Dr. Achmad Yurianto melaporkan 24 dari 25 kasus kematian berusia 40 tahun keatas (96%).
Meningkatnya kasus COVID-19 di Indonesia Bpk Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar masyarakat melakukan social/physical distancing guna mencegah penularan COVID-19. Kegiatan yg biasa dilakukan di luar, seperti bekerja, belajar & beribadah bisa dilaksanakan di dalam rumah. Masa-masa diberlakukannya pembatasan sosial & pembatasan jarak fisik (social distancing/ physical distancing) akibat pandemi COVID-19 ini tentunya menimbulkan ketidaknyamanan bagi semua orang, termasuk kaum lansia. Lansia terpaksa berada di dlam tempat tinggalnya masing-masing yg menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik. dr. Anastasia Asylia Dinakrisma, SpPD (Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI – RSUPN Cipto Mangunkusumo), menganjurkan beberapa cara dpat melakukan aktivitas fisik yg rutin untuk mempertahankan daya tahan tubuh, rasa ketidaknyamanan, cemas & bosan juga dapat dialihkan dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan di dalam rumah
sumber : Freepik |
Ketika virus & bakteri penyebab penyakit menyerang, sistem kekebalan tubuh akan bekerja membentuk antibodi. Begitu pula ketika terinfeksi virus corona atau COVID-19, antibodi akan terbentuk. Perlu diketahui bahwa antibodi adalah sel-sel yang secara spesifik dibentuk utk melawan virus tertentu.
Jadi, ketika seseorang yg terinfeksi COVID-19 kemudian sembuh, tubuhnya memiliki antibodi yang membentuk kekebalan, untuk mencegah infeksi ulang dari virus corona. Namun, berapa lama antibodi orang yg sembuh dari COVID-19 bisa bertahan dalam tubuh? Simak pembahasannya hingga tuntas, ya.
Setelah Sembuh dari COVID-19, Antibodi Bertahan 6-8 Bulan
Terkait berapa lama antibodi dalam tubuh orang yg sembuh dari COVID-19 bisa bertahan, para peneliti dari Oxford University berusaha menjawabnya. Menurut studi yg mereka lakukan, pengidap COVID-19 yg sudah sembuh akan kebal terhadap infeksi kedua setidaknya selama 6 bulan.
Hasil studi tersebut didapatkan dari pengamatan terhdap fenomena infeksi berulang yang terjadi. David Eyre, profesor di Oxford University, yg berperan sebagai ketua peneliti, mengatakan bahwa ia yakin dalam jangka pendek, kebanyakan orang yang sudah sembuh dari COVID-19 tidak akn terinfeksi lagi.
Eyre juga menegaskan bhwa infeksi COVID-19 kedua kali relatif jarang terjadi. Meski belum dilakukan peer review (peninjauan olh rekan sejawat), studi ini disebut sebagai langkah penting dlm memahami antibodi COVID-19 pada orang yang sudah sembuh.
Selain itu, tim peneliti juga mengklaim bhwa studi ini merupakan penelitian skala besar pertama tentang seberapa besar perlindungan yg diberikan antibodi alami tubuh terhadap COVID-19, pada orang yg pernah terinfeksi.
Studi dilakukan 30 pekan, selama April & November 2020 dengan mengamati sebanyak 12.180 pekerja kesehatan di Rumah Sakit Universitas Oxford. Sebelum dilakukan pengamatan, semua peserta menjalani tes untk mendeteksi adanya antibodi COVID-19, yang menandakan dia pernah terinfeksi virus corona.
Dari hasil tes semua peserta, didapatkan 1.246 yang memiliki antibodi COVID-19 dan 11.052 yg tidak memiliki antibodi COVID-19. Lalu, setelah diamati selama sekitar 8 bulan, di antara peserta dari kelompok yg telah memiliki antibodi, tidak ada satupun yang bergejala ketika terinfeksi COVID-19 selama periode pengamatan.
Lalu, pada kelompok peserta yg tidak memiliki antibodi, ada 89 orang yang dinyatakan positif COVID-19 dengan gejala. Namun, studi tersebut meyakini bahwa orang yg kembali terinfeksi virus corona tidak mengulangi gejala yang sama seperti ketika terinfeksi pertama kali.
Sementara itu, dlm studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Science pada 6 Januari 2021 lalu, ditemukan bahwa kekebalan dpt bertahan selama 8 bulan. Menurut Shane Crotty, PhD., profesor di La Jolla Institute of Immunology yg ikut memimpin penelitian, timnya mengukur keempat komponen memori kekebalan, yakni:
• Antibodi.
• Memori sel B.
• Sel T-Helper.
• Sel T Sitotoksik.
Para peneliti menemukan bahwa ke 4 faktor tersebut bertahan setidaknya selama 8 bulan setelah terinfeksi virus corona. Temuan ini penting krna menunjukkan bahwa tubuh dapt "mengingat" virus corona, sehingga ketika virus kembali memasuki tubuh, memori sel B dapat dgan cepat bersiap & memproduksi antibodi untuk melawan infeksi ulang.
Itulah sedikit pembahasan mengenai berapa lama antibodi bertahan stelah sembuh dari COVID-19. Meski butuh penelitian lebih lanjut, & segala hal tentang COVID-19 masih terus diamati hingga kini, penting untk senantiasa menjaga kesehatan. Sudah sembuh dari COVID-19 bukan berarti seseorang bisa kebal & tidak akan terinfeksi lagi.
Oleh karna itu, pastikan kekebalan tubuh tetap prima, dgn menerapkan gaya hidup sehat & mematuhi protokol kesehatan pencegahan COVID-19. Jangan lupa juga utk memeriksakan kondisi kesehatan secara rutin.